Batam. Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Yusril Koto kembali digelar di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (23/9/2025). Dalam persidangan, kuasa hukum Yusril menegaskan bahwa pernyataan kliennya merupakan kritik publik yang dilindungi undang-undang, bukan penghinaan atau serangan terhadap kehormatan seseorang.
Kuasa hukum Yusril meminta majelis hakim membebaskan kliennya karena perbuatannya dinilai tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (7) UU ITE. “Itu seharusnya dianggap kritik publik, bukan pencemaran atau menyerang kehormatan orang lain,” tegas kuasa hukum.
Namun, jaksa penuntut umum tetap pada tuntutannya. “Jaksa menolak pembelaan. Kalau menerima, ya dipecat jaksanya,” ucap salah satu kuasa hukum Yusril menanggapi sikap jaksa.
Yudi Kurnain menilai kasus ini merupakan bentuk pembungkaman terhadap kritik masyarakat. Mereka menyoroti tuntutan jaksa yang meminta satu tahun penjara serta penyitaan ponsel dan akun TikTok Yusril yang memiliki jutaan pengikut. “Itu pembungkaman dan melanggar prinsip demokrasi. Kritik adalah senjata masyarakat untuk mengawasi jalannya pemerintahan,” tegasnya.
Dalam pledoinya, Yusril menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan muncul setelah melihat tindakan Satpol PP yang datang lengkap berseragam pada jam kerja tanpa surat tugas. “Masyarakat wajib mengkritik jika ada tindakan aparat yang tidak sesuai aturan. Kritik saya adalah bentuk kontrol sosial yang dijamin oleh keputusan MK Nomor 105,” ujar Yusril.
Ia juga menuding ada oknum pejabat BP Batam yang alergi terhadap kritik sehingga mencari cara untuk memenjarakannya. “Kasus ini sarat rekayasa. Kalau pejabat tidak mau dikritik, sebaiknya mundur saja. Kritik itu penting sebagai koreksi bagi pejabat publik,” tegas Yusril.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai menguji kebebasan berpendapat dan perlindungan terhadap kritik sosial di era digital. Majelis hakim dijadwalkan akan membacakan putusan pada sidang berikutnya.