Batam. Pengadilan Negeri Batam menggelar sidang pembacaan putusan sela dalam perkara dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial dengan terdakwa Yusril Koto, Selasa (29/7). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Wattimena, yang memutuskan menolak eksepsi atau nota keberatan dari tim kuasa hukum terdakwa.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

“Majelis hakim telah mempertimbangkan eksepsi dari penasihat hukum terdakwa dan menyatakan bahwa keberatan tersebut telah masuk dalam pokok perkara. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 156 KUHAP, keberatan tersebut tidak dapat diterima,” ujar hakim Wattimena dalam amar putusannya.

Majelis hakim menyatakan surat dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi syarat formil dan materiil, sehingga sidang harus dilanjutkan ke tahap pembuktian.

“Dengan demikian, perkara saudara harus tetap dilanjutkan. Ada yang ingin disampaikan?” tanya hakim. “Tak ada, Yang Mulia,” jawab Yusril singkat dari kursi terdakwa.

Sidang akan dilanjutkan Selasa pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan oleh JPU.

Di luar persidangan, tokoh masyarakat Batam sekaligus mantan anggota DPRD Kota dan Provinsi, Yudi Kurnain, menyampaikan harapannya agar perkara ini diselesaikan secara mediasi.

“Kasus ini sebetulnya perkara kecil. Hanya persoalan dugaan pencemaran nama baik. Saya berharap Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, bisa memediasi kedua belah pihak,” ujar Yudi.

Menurutnya, proses restoratif justice seharusnya diberi ruang, baik di kepolisian maupun kejaksaan, namun justru tidak dijalankan. “Padahal, Mahkamah Konstitusi sudah jelas menyatakan bahwa delik pencemaran nama baik bisa diselesaikan melalui mediasi. Kita sayangkan ini langsung dibawa ke pengadilan,” tambahnya.

Yudi juga mengingatkan bahwa pelapor dalam kasus ini adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang tugas utamanya melayani masyarakat. Ia berharap kepala daerah bisa mengambil peran sebagai pembina ASN untuk mendorong penyelesaian damai.

“Jangan sampai ini menjadi catatan buruk demokrasi dan hukum kita. Apa manfaatnya memenjarakan orang yang tidak mencuri atau merampok, hanya karena berbeda pendapat?” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Khairul Akbar, mengaku menghormati putusan hakim, namun menyayangkan bahwa sejumlah poin keberatan tidak dijadikan pertimbangan hukum.

“Kami menilai keberatan kami—termasuk soal tidak digunakannya pendekatan restoratif justice dan ketidaksesuaian pasal yang dikenakan—telah masuk dalam pokok perkara. Tapi ini akan kami sampaikan lebih lanjut dalam tahap pemeriksaan,” jelas Khairul.

Ia menyebut bahwa tim hukum JPU telah menyiapkan sekitar 20 saksi, termasuk 6 ahli, untuk dihadirkan dalam persidangan mendatang, Ia kita lihat nanti. Ucapnya

Sidang lanjutan akan digelar pada Selasa, 5 Agustus 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum.