Batam. Sidang perdana pra-peradilan yang diajukan tim kuasa hukum terhadap penetapan tersangka MF ditunda oleh Pengadilan Negeri Batam pada Senin (30/6/2025), lantaran pihak termohon, yakni Polda Kepulauan Riau, tidak hadir. Penundaan ini memicu kritik tajam dari pihak pemohon, yang menilai proses hukum terhadap klien mereka berlangsung terlalu cepat dan tidak sesuai asas keadilan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kasus ini bermula dari penetapan tersangka terhadap MF, seorang warga sipil, yang digugat oleh tim kuasa hukumnya karena dinilai janggal dan terlalu kilat. Dalam waktu hanya 1 jam 28 menit, status hukum MF berubah drastis: dari warga biasa menjadi tersangka, lengkap dengan surat penahanan dan pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

“Bayangkan, dalam waktu kurang dari dua jam, semua prosedur disapu bersih — penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka. Ini bukan proses hukum, ini sprint hukum,” tegas Agustinus Nahak, salah satu kuasa hukum MF, usai sidang.

Menurut Agustinus, proses kilat itu tidak hanya cacat secara prosedural, tetapi juga mencederai asas keadilan dan akal sehat hukum. Ia menyebutkan bahwa SPDP pun dikeluarkan dalam waktu yang hampir bersamaan, menunjukkan indikasi pelanggaran serius terhadap prinsip due process of law.

“Negara ini negara hukum, bukan negara serampangan. Hukum tak boleh diproses seperti fast food. Pra-peradilan ini adalah mekanisme konstitusional untuk menguji legalitas penetapan tersangka,” tambahnya.

Sidang yang digelar pada 30 Juni 2025 itu batal dilanjutkan karena pihak termohon, Polda Kepri, tidak hadir. Dalam surat resminya, Polda menyatakan berhalangan hadir karena adanya kegiatan institusional. Namun, alasan tersebut ditolak oleh tim hukum MF sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap proses peradilan.

“Kami sudah ajukan gugatan sejak 19 Juni. Ketidakhadiran mereka hari ini bukan karena waktu yang sempit, tapi karena rendahnya komitmen terhadap hukum. Ini mencoreng wibawa institusi,” ujar Yanuar Nahak, Ketua Tim Kuasa Hukum MF.

Yanuar menilai ketidakhadiran Polda Kepri sebagai bentuk “perlawanan diam” terhadap mekanisme hukum. Ia menekankan bahwa semua pihak sibuk, namun tidak ada yang lebih penting dari penghormatan terhadap proses hukum.

Tim kuasa hukum MF berharap agar majelis hakim dapat bersikap objektif dan independen dalam menggali fakta hukum. Mereka menilai penetapan tersangka terhadap MF terkesan terburu-buru dan prematur.

“Kami tidak sedang mencari panggung. Ini soal keadilan. Status hukum MF harus jelas, bukan menggantung tanpa kepastian,” tegas Agustinus.

Sidang pra-peradilan dijadwalkan ulang pada Senin, 7 Juli 2025, dengan agenda mendengarkan jawaban dari pihak termohon, Polda Kepri.